Peralihan Kepemimpinan
di Daerah
Menurut Ott
(1996) kepemimpinan adalah proses hubungan antar pribadi yang di dalamnya
seseorang mempengaruhi sikap, kepercayaan, dan khususnya perilaku orang lain.
Semantara itu Locke, et.al. (1991) menjelaskan arti kepemimpinan sebagai proses
membujuk orang lain untuk mengambil langkah menuju suatu sasaran bersama.
Dengan mengacu pada pandangan Locke, et.al. (1991), terdapat tiga elemen
kepemimpinan, yaitu: konsep relasi yaitu bahwa pemimpin yang efektif
harus mampu membangkitkan inspirasi dan berelasi dengan para pengikutnya. konsep
proses pemimpin harus melakukan sesuatu, mengembangkan motivasi pengikut
secara terus menerus dan mengubah perilaku mereka menjadi responsif dan konsep
pengaruh yaitu pemimpin harus mampu mempengaruhi orang lain untuk mengambil
tindakan dengan berbagai cara: menggunakan otoritas, menciptakan model
(keteladanan), penetapan sasaran, reward and punishment, restrukturisasi
organisasi, dan lain sebagainya.
Untuk itu,
seorang pemimpin dituntut memiliki karakteristik yang kharismatik yang
sebagaimana dijelaskan oleh Burn (1978) dan Bass (1985) antara lain
berkarakter: Percaya diri, memiliki suatu misi ideal masa depan, memiliki
kemampuan mengungkap visi sejelas mungkin, memiliki keyakinan kuat mengenai
visi, berperilaku di luar aturan konvensional, mampu menjadi agen perubahan dan
memiliki kepekaan terhadap lingkungan. Pemimpin yang kharismatik akan mampu
melakukan tugas kepemimpinan secara maksimal dan menjadi pemimpin yang mampu
membawa perubahan bukan melalui janji-janji dan imbalan, tetapi melalui
kekuatan emosional, intelektual, dan pengakuan terhadap kapasitas bawahan. (Hamid,
Edy Suandi, 2006, Ekonomi Indonesia: dari Sentralisasi Menuju Desentralisasi,
Yogyakarta: UII Press.)
Kepemimpinan
dalam tubuh pemerintah daerah terutama pada masa transisi dan awal kepemimpinan
seorang kepala daerah apakah Gubernur, Bupati atau Walikota sebenarnya tidak
perlu menimbulkan konflik dalam tubuh pemerintahan itu sendiri, apabila semua
pihak taat dengan komitmen yang sudah dituangkan dalam Rencana Pembangunan
Jangka Panjang Daerah(RPJPD). Kepala daerah yang baru boleh saja punya obsesi
yang mereka tuangkan dalam Visi dan Misi disaat mencalonkan diri sebelum
PILKADA, namun penetepkan visi dan misi tersebut tentu ada beberapa koridor yang harus dipahaminya, seperti
komitmen jangka panjang daerah yang sudah tertuang dalam :
1.
Rencana Pembangunan Jangka Panjang
Daerah (RPJMD).
Rencana Pembangunan Jangka
Panjang Daerah (RPJPD)
adalah dokumen yang berisi
arah dan kebijakan
dasar pembangunan di
daerah untuk jangka waktu 20 tahun yang berkedudukan sebagai pedoman bagi semua pihak dalam merencanakan
dan melaksanakan pembangunan jangka menengah (5 tahunan) dan jangka pendek
(tahunan). Visi, Misi, dan Arah Kebijakan Pembangunan Jangka Panjang
merupakan substansi utama dari RPJPD
yang merupakan cerminan dari keinginan
seluruh masyarakat pada suatu
daerah, bukan semata-mata
kehendak pemerintahan daerah. Penyusunan RPJP
Daerah secara langsung
diamanatkan dalam UndangUndang Nomor 25 Tahun 2004 Tentang Sistem
Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN).
RPJP Daerah merupakan kerangka besar perencanaan Pembangunan yang membingkai dan
memberikan batasan (koridor)
bagi perencanaan dan pelaksanaan pembangunan dalam lingkup
waktu yang lebih pendek yang berlangsung
secara kontinyu dari periode ke periode. Dengan demikian, RPJP Daerah akan
berfungsi menjamin keterkaitan dan keberlanjutan perencanaan dan pelaksanaan
pembangunan jangka menengah
dan pendek guna mencapai
tujuan utama pembangunan
jangka panjang yang
telah ditentukan.
2. Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW).
Rencana tata ruang wilayah dan rencana detail tata ruang yang
telah disusun selanjutnya ditetapkan dengan Peraturan Daerah sebagai produk
yang mengikat pemangku kepentingan. Sebagai sebuah ketentuan yang mengikat, Rencana
Tata Ruang Wilayah selanjutnya menjadi pedoman
dalam proses pembangunan yang terkait dengan pengembangan struktur ruang
dan pembentukan pola pemanfaatan ruang di wilayah perencanaan.
Rencana Tata Ruang
Wilayah (RTRW) disusun sebagai alat
operasionalisasi pelaksanaan pembangunan di Wilayah , Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) menjadi
pedoman untuk :
a. acuan
dalam penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) dan Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD);
b.
acuan dalam
pemanfaatan ruang wilayah kota;
c.
acuan untuk
mewujudkan keseimbangan pembangunan dalam wilayah kota;
d.
acuan lokasi
investasi dalam wilayah kota yang dilakukan pemerintah, masyarakat dan swasta;
e.
pedoman
untuk penyusunan rencana rinci tata ruang di wilayah kota; dan
f. dasar pengendalian
pemanfaatan ruang di wilayah kota yang meliputi penetapan peraturan zonasi,
perijinan, pemberian insentif dan disinsentif, serta pengenaan sanksi; dan
g.
acuan dalam
administrasi pertanahan.
Karena Rencana
Tata Ruang Wilayah (RTRW) adalah merupakan komitmen seluruh elemen dan seluruh
pemangku kepentingan, maka kegiatan pemerintah melaksanakan pemanfaatan ruang harus
mengacu sepenuhnya kepada RTRW dan menjadi teladan bagi pemangku kepentingan
lainnya dalam melaksanakan pemenfaatan ruang.
Pemerintah
sebagai pengendali dan yang melakukan pengawasan pemanfaatan ruang jangan
sampai melakukan penyimpangan dari komitmen yang sudah dibangun dalam Peraturan
Daerah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW).
Sementara
banyak Kepala Daerah memaksakan visi dan misinya yang akan diwujudkan dalam
program dan kegiatan menyimpang dari Rencana Pembangunan Jangka Panjang dan
Rencana Tata Wilayah.
Banyak hal yang
menyebabkan hal ini terjadi, diantaranya:
1. Belum
dipahami sepenuhnya oleh Kepala Daerah sistematika pemerintahan yang benar yang
sudah diatur dalam Undang-undang sampai dengan Peraturan Daerah.
2. Kepentingan
partai pengusung yang memberikan beban kepada Kepala Daerah terpilih untuk
dijadikan mesin uang partai.
3. Kepentingan
Kepala Daerah itu sendiri untuk mewujudkan janji-janji kampanyenya kepada
masyarakat, serta kepentingan untuk mengembalikan biaya yang telah dikeluarkan
untuk menjadi calon Kepala Daerah serta pembiayaan kampanye PILKADA yang jumlahnya
kadang tidak lagi rasional yang apabila dibagi dengan masa bakti lima tahun,
jauh lebih besar dari penghasilan Kepala Daerah selama masa baktinya.
4. Kepentingan
Tim Sukses yang sudah banyak berbuat untuk memenangkan dalam PILKADA, yang
sudah barang tentu bukanlah pemberian sia-sia tanpa ada maunya.
5. Sikap Opportunity beberapa orang pejabat yang ada dilingkungan pemerintahan daerah
yang selalu menyesuaikan diri dengan keinginan dan kemauan Kepala Daerah yang
selalu menanggapi apapun kemauan kepala daerah semua dapat diwujudkan, yang dalam kemauan atau keinginan kepala
daerah tersebut terdapat disana kepentingan mereka, sementara pejabat-pejabat
seperti ini akan selalu melakukan justifikasi dan memberikan iterprestasi
sendiri terhadap ketentuan yang ada agar yang diinginkannya dapat dicapai.
6. Ambisi
perorangan Kepala Daerah untuk mencari keuntungan sebanyak-banyaknya selama
masa bakti yang mereka namakan selama masa kekuasaannya, dan ini juga sama
dengan sikap Opportunity yang
adanya dalam diri Kepala Daerah itu sendiri.
Bila ini terjadi akan
ada kejadian ikutan antara lain :
1. Disingkirkannya
beberapa orang pejabat yang memiliki idealisme yang tinggi, yang diangap akan
menghalangi tercapainya keinginan Kepala Daerah untuk melaksanakan program dan
kegiatan yang menjadi obsesinya, sementara program dan kegiatan tersebut tidak
berada dalam koridor peraturan perundang-undangan yang ada terutama RPJPD dan
RTRW. Hal ini akan membuat tidak jelasnya perjalanan karier seorang Pegawai
Negeri Sipil dan sudah pasti merugikan PNS itu sendiri yang sudah sangat lama
mengabdikan diri di pemerintahan.
2. Dipromosikannya beberapa orang Pegawai Negeri Sipil dilingkungan pemerintahan yang
bersangkutan untuk jabatan tertentu tanpa memandang etika dan moral serta jenjang karier.
3. Dimasukannya
beberapa orang PNS dari daerah lain yang akan diberikan jabatan strategis yang
PNS tersebut mau mempertaruhkan dirinya untuk kepentingan sang Kepala Daerah,
dan juga disini jelas adanya unsur Opportunity dalam diri PNS bersangkutan.
4. Ditempatkannya PNS dalam jabatan yang bukan kapasitasnya, tidak sesuai
dengan latar belakang pendidikannya, tidak sesuai dengan latar belakang
pengalamannya dan yang lebih parah lagi akan direkrutnya beberapa orang pejabat
Struktural dari PNS yang berlatar belakang Guru.
5. Akan diangkat pejabat-pejabat yang
berlatar belakang kedekatan, almamater, negeri asal yang sama dengan Kepala
Daerah dan tidak tertutup kemungkinan pejabat yang direkomendasikan partai
pengusung dan tim sukses dimasa PILKADA.
Dari
rangkaian kejadian diatas akan sangat sulit dituntut roda pemerintahan berjalan
dengan benar, karena dilatar belakangi kepentingan Kepala Daerah dan Sikap Opportunity Kepala Daerah dan Pejabat dilingkungannya.