Minggu, 11 Desember 2011

DENPASAR

Tahun 2010 saya dua kali ke Bali, dan selama di Bali saya menginap di Werdhapura Village Centre di Sanur. 
Hotel ini milik kementerian PU yang dikelola oleh Dirjen Penataan Ruang, lokasinya di Jalan Danau Tamblingan sampai kebibir pantai Sanur, hotel yang bersih, rapi dan asri dengan arsitektur Bali.Pagi sebelum sarapan saya kepantai Sanur yang masih sunyi, terasa kedamaian dan kenyamanan, pagi siang dan malam saya kemanapun tidak pernah ada gangguan.
Saya juga mencoba berjalan sendiri malam di pantai Sanur menyisiri pantai dan ternyata tidak ada gangguan sedikitpun.                  Kesempatan di Bali juga sayamanfaatkan untuk jalan-jalan ke Garuda Wisynu Kencana dan Tanah Lot, Bali memang indah dan damai.Selama di Bali terasa biaya hidup tidak besar, karena dimanapun saya makan makanan halal karena saya Muslim harganya sangat wajar dan malah tergolong murah.Membeli oleh-oleh di Bali juga banyak pilihan dan saya belanja di Agung Bali, ternyata disana lengkap mulai dari cendera mata sampai makanan khas. Sewaktu belanja saya mencari baju dengan merk Agung, pelayan bertanya kenapa dicari nama Agung, saya jelaskan itu nama anak saya, pelayan nanya lagi memangnya bapak orang Bali dan kalau boleh tahu nama bapak siapa, saya menjawab nama saya Indra Sakti, 
lantas pelayan menatakan bapak pasti orang Bali.                                                                         
Saya mengangankan seandainya dimanapun di Indonesia ini seaman tentu kita semua sangat bahagia, tidak ada tawuran antar mahasiswa, tidak ada tawuran pelajar, tidak ada copet, tidak ada pemalakan oleh preman.  Bali memang indah, pantas saja dimanapun orang didunia ini sangat menyukai Bali, sehingga turis mancanegara tidak banyak yang tahu kalau Bali itu di Indonesia, kebanyakan mereka mengenal Bali seperti mengenal Hawaii, dan banyak orang tidak tahu Hawai itu diAmerika.                                   Di Bali saya juga sempat berkunjung ke kantor Badan Lingkungan Hidup Denpasar, Kantor ini dipimpin seorang Bangsawan Bali namanya Agung. Pak Agung bercerita kepada saya sewaktu Walikota Denpasar dilantik, Walikota bertanya kepada Sekretaris daerah " Pak Sekda, bapak sediakan anggaran berapa untuk beli kendaraan dinas saya" Sekretaris daerah menjelaskan bahwa anggaran disediakan cukup banyak. Lantas Walikota mengatakan " Pak Sekda belikan saya mobil dinas satu Kijang Inova saja dan sisanya belikan truk sampah.   Ini menyebabkan para pejabat eselon II mobil dinasnya hanya Suzuki APV.
Betapa pedulinya Walikota terpilih terhadap kebersihan dan lingkungan, mudah-mudahan banyak lagi walikota-walikota seperti beliau dimasa mendatang                         

Senin, 05 Desember 2011

Uji Coba Pemanfaatan TPA Regional Payakumbuh

Hari Senin 5 Desember 2011, saya bersama tenaga ahli konsultan yang melakukan kajian peningkatan pengelolaan TPA UPTD menjadi BLUD,dari Direktorat PPLP Kementrian Pekerjaan Umum, melakukan peninjauan ke TPA Regional Payakumbuh.
TPA Regional Payakumbuh ini belum beroperasional secara resmi karena menunggu pembentukan kelembagaan oleh Pemerintah Provinsi Sumatera Barat, serta belum terlaksananya fasilitasi pembahasan kerjasama pemanfaatan oleh pemerintah provinsi Sumatera Barat terhadap daerah yang bekerjasama.
Uji coba yang dilaksanakan Bidang Kebersihan Dinas Tata Ruang dan Kebersihan kota Payakumbuh, ternyata sungguh sangat mengecewakan dan membuat kita sangat sedih.
Sampah tidak dibuang melewati jalan menuju sel sampah, tapi dijatuhkan ditebing sel sampah yang dilapisi geo membran dan geo textil, yang mengakibatkan geo membran sobek dan geo textil hancur sama sekali.
Sampah yang diratakan juga tidak dilaksanakan penimbunan setiap hari sehingga populasi lalat tidak dapat diputus, dan kolam pengolahan lindi tidak dapat melakukan proses pengolahan dengan benar yang menyebabkan air yang dilepas kesaluran umum berwarna hitam pekat dan bau menyengat.
Pembangunan infrastruktur persampahan yang begitu mahal dibiayai oleh kementerian Pekerjaan Umum menjadi sia-sia seketika karena kecerobohan dan ketidaktahuan pemanfaatan yang dilaksanakan.
Saya masih ingat Kasubdit Pengaturan Direktorat PPLP Kementrian PU ibu Endang Setyaningrum sewaktu acara pembahasan pembentukan kelembagaan TPA Regional di Hotel Pangeran Padang tanggal 2 November 2011 mengatakan kita sudah sangat lelah mengurus TPA Regional dan kita sangat sedih melihat infrastruktur yang dibangun di TPA Regional BANGLI hancur dan rusak karena kesalahan operasional.
Kita semua lelah mengurus kelembagaan TPA Regional Payakumbuh yang tidak kunjung terselesaikan karena pemerintah provinsi Sumatera Barat sebagai fasilitator tidak fokus dan terkesan sangat lalai, ternyata kota Payakumbuh sendiri yang melakukan uji coba pemanfaatan malah merusak infrastruktur yang ada.













Kita semua perlu manyadari kesalahan yang telah diperbuat dan belajar lagi tentang SOP TPA Sanitarry Landfill , sehingga investasi yang begitu besar untuk mewujudkan lingkungan yang bersih dipelihara dengan benar dan semua kita secara pribadi punya tanggungjawab untuk memelihara. Pada gambar diatas dapat dilihat  kesalahan operasional dan akibat yang ditimbulkan.

Jumat, 18 November 2011

Rapat Kerja dengan PANSUS 1 dan PANSUS 2 DPRD Kota Payakumbuh

Tanggal 14 dan 15 November 2010, dilaksanakan Rapat Kerja dengan Pansus 1 dan Pansus 2 DPRD Kota Payakumbuh, Pembahasan dilaksanakan terhadap Rancangan Peraturan Daerah tentang Retribusi dan Rancangan Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Payakumbuh 2010-2030.
Khusus pembahasan Ranperda RTRW, kami pribadi menghargai sepenuhnya pemahaman yang diberikan oleh PANSUS 1, sehingga Ranperda RTRW dapat diterima oleh PANSUS 1.
Rasa lelah dalam melakukan penyusunan Ranperda RTRW semenjak tahun 2009, rasanya sedikit terobati, semoga apa yang kita lakukan bersama bermanfaat untuk kota Payakumbuh dan masyarakatnya.
Kita melihat RTRW ini adalah untuk kepentingan semua pihak, dan kita tidak dapat melihat dari kepentingan satu pihak atau satu kelompok apalagi kepentingan perorangan, kepentingan perorangan, kepentingan kelompok berada dalam kepentingan bersama masyarakat Payakumbuh. Sekalilagi terimakasih kepada PANSUS 1, semoga apa yang telah kita laksanakan dicatat sebagai ibadah disisiNya.

Sabtu, 12 November 2011

Pembahasan Ranperda RTRW Kota Payakumbuh

Kronologis :
  1. Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Payakumbuh disusun tahun 2009 oleh Pihak Ketiga dengan biaya dari Kementrian PU melalui Satker PLP Sumatera Barat.
  2. Tanggal 4 Mei Tahun 2010 dilakukan seminar dan konsultasi publik yang melibatkan perwakilan masyarakat dan seluruh pemangku kepentingan, DPRD Kota Payakumbuh serta pemerintah daerah wilayah berbatasan.
  3. Dalam tahun 2010, RANPERDA RTRW disampaikan kepada Gubernur Sumatera Barat untuk dibahas dalam forum BKPRD, dan dilakukan 3 kali pembahasan yang pada akhirnya mendapatkan rekomendasi Gubernur Sumatera Barat tanggal 11 Desember 2010, yang sejalan dengan Dinas Tata Ruang Kota Payakumbuh melaksanakan Finalisasi RANPERDA, Materi Teknis dan Peta selama enam hari di kementrian PU yang dilaksanakan oleh Ismet Ibrahim,SST.M.Si, Indra Sakti dan Eka Diana Rilva yang difasilitasi oleh Direktorat Wilayah I Dirjen Penataan Ruang Kementrian PU.
  4. Tanggal 13 Desember 2010, dilakukan pembahasan oleh Badan Koordinasi Penataan Ruang Nasional di kementrian PU Jakarta, dan sekaligus dilakukan Cleareance House selama enam hari oleh Tim yang sama dan satu orang lagi Staf Dinas Tata Ruang sdr. Murdifin.
  5. Tanggal 18 Januari 2011 diterbitkan persetujuan substansi oleh Kementrian Pekerjaan Umum dengan surat nomor HK.01.03-Dr/47 tanggal 18 Januari 2011.
  6. Seiring dengan itu dilakukan pembenahan peta berdasarkan koreksi Bakosurtanal, dan selesai dilaksanakan bulan Maret 2011 yang selanjutnya disampaikan kepada Sekretariat Daerah Kota Payakumbuh, Sekretariat Daerah Kota Payakumbuh menyampaikan RANPERDA ini kepada DPRD Kota Payakumbuh bulan Juni 2011.
Setiap tahapan yang dilalui hingga penyampaian RANPERDA RTRW Kota Payakumbuih kepada DPRD Kota Payakumbuh sudah memenuhi tuntutan UU No.26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang.
Dalam konsultasi yang dilaksanakan oleh DPRD Kota Payakumbuh kekementrian PU dan Kementrian Dalam Negeri, terlihat bahwa sebagian kecil dari Anggota DPRD yang mengikuti ini belum dan tidak memahami prosedur penyusunan RTRW yang sudah dilalui dengan waktu yang panjang dan melelahkan .

Harapan saya kepada kedepan terhadap pihak manapun yang terlibat dengan penyelesaian PERDA RTRW ini adalah sebagai berikut:
  • Diperlukan komitmen bersama bahwa kita harus mendahulukan kepentingan kota Payakumbuh dalam artian luas, dengan ikhlas dan jujur tanpa mengedepankan kepentingan perorangan dan kelompok tertentu.
  • Kita tempatkan penyelesaian segala sesuatu pada porsi yang benar dan memahami batas tugas dan tanggungjawab masing-masing pihak yang terlibat dalam penyelesaian PERDA RTRW tersebut dengan saling menghargai satu sama lain.
  • Tidak mengeluarkan pendapat yang dapat menimbulkan fitnah dan prasangka yang tidak relevan dengan konteks penetapan PERDA RTRW kota Payakumbuh.
Saya pribadi memberikan penghargaan yang setinggi-tingginya dan menyampaikan rasa hormat dan terimakasih terhadap sebagian besar Anggota DPRD Kota Payakumbuh yang terhormat, yang sangat memahami proses penyusunan RANPERDA Kota Payakumbuh tentang RTRW Kota Payakumbuh, dan saya melihat bahwa beliau ini punya komitmen untuk mendahulukan kepentingan kota Payakumbuh dalam artian luas walaupun terdiri dari Fraksi atau Partai yang berbeda.

Kamis, 03 November 2011

Rapat Koordinas Pembentukan Kelembagaan TPA Regional Payakumbuh

Hari Rabu tanggal 2 November 2011, dilaksanakan Rapat Koordinasi Pembentukan Kelembagaan TPA Regional Payakumbuh, yang dilaksanakan oleh Satker PLP Sumatera Barat di Hotel Pangeran Padang.
Acara ini diikuti oleh Daerah yang akan bekerjasama memanfaatkan TPA Regional Payakumbuh dan TPA Regional Solok, serta narasumber dari Kementrian PU Ibu Endang Setyaningrum Kasubdit Pengaturan dan Pembinaan Kelembagaan Direktorat PLP Dirjen Cipta Karya dan bapak Bejo Mulyono MML, Kasubdit Badan Layanan Umum Daerah Direktorat Pendapatan Daerah dan Investasi Daerah Dirjen Keuangan Daerah Kementrian Dalam Negeri.
Sangat disayangkan pemerintah propinsi Sumatera Barat terlihat tidak serius dengan tidak hadirnya Sekretaris Daerah Propinsi Sumatera Barat, sementara apa yang disampaikan narasumber banyak yang harus jadi rekomendasi penting bagi pemerintah propinsi Sumatera Barat.
Penekanan-penekanan yang disampaikan oleh dua narasumber tersebut pada intinya adalah pemerintah Propinsi Sumatera Barat harus memfasilitasi segera pembentukan kerjasama dan pembentukan kelembagaan TPA di Pemerintah Propinsi Sumatera Barat, serta penyediaan biaya operasional TPA Regional tersebut, dan tidak terlepas dari tanggungjawab daerah yang bekerjasama juga harus menyediakan biaya operasional TPA.
Hal seperti ini harusnya menjadi perhatian Gubernur Sumatera Barat, namun pada kenyataannya setelah 6 kali rapat pembahasan kerjasama ini, pemerintah propinsi Sumatera Barat tidak punya konsep sama sekali serta sangat terlihat setengah hati penanganan kerjasama TPA dimaksud.
Kalau Sumatera Barat tidak ingin dipermalukan seperti yang terjadi di TPA Bangli propinsi Bali, Gubernur Sumatera Barat Irwan Prayitno harus memberikan perhatian penuh dan melakukan kontrol dan evaluasi terhadap apa yang telah dicapai oleh pemerintah propinsi Sumatera Barat selaku Fasilitator.
Pemerintah propinsi Sumatera Barat harus membaca, memahami dan melaksanakan amanat UU.No18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah terutama yang dijelaskan dalam pasal 8,9 dan 10 mengenai kewenangan dan tanggungjawab pemerintah, pemerintah propinsi dan pemerintah kabupaten/kota.
Kementrian PU melalui Satker PLP Sumatera Barat sudah hampir menyelesaikan tanggungjawabnya membangun TPA Regional Payakumbuh setelah masa ujicoba berakhir. Yang menjadi pertanyaan apakah Gubernur Sumatera Barat IRWAN PRAYITNO memahami masalah ini, dan kita tunggu tindaklanjutnya dari Pemerintah Propinsi Sumatera Barat, kalau tidak segera terfasilitasi oleh pemerintah Propinsi Sumatera Barat, kredibilitas Gubernur beserta pembantunya harusnya dipertanyakan.



Jumat, 28 Oktober 2011

Surat Terbuka


SURAT TERBUKA TPA REGIONAL PAYAKUMBUH
Untuk  seluruh kota dan Kabupaten yang menandatangani Kesepakatan Kerjasama TPA Regional Payakumbuh:
1.       Kota Bukittinggi.
2.       Kota Padang Panjang.
3.       Kabupaten Agam.
4.       Kabupaten Tanah Datar.
5.       Kabupaten Lima Puluh Kota.
Setelah beberapa kali Pemerintah Propinsi Sumatera Barat mengadakan rapat pembahasan Kerjasama Pemanfaatan TPA Regional Payakumbuh, semakin jauh titik temu yang diharapkan yang menjadi kesepakatan 6 kabupaten dan kota termasuk kota Payakumbuh.
Hal ini disebabkan oleh :
1.       Pembahasan kerjasama ini awalnya difasilitasi oleh Biro Perekonomian Propinsi Sumatera Barat semenjak pertengahan tahun 2010.
2.       Biro Perekonomian belum memahami  persoalan persampahan dan apalagi Tempat Pemrosesan Akhir Sampah (TPA), sementara pembahasan kerjasama harusnya difasilitasi oleh Biro Pemerintahan melalui Tim Koordinasi Kerjasama Daerah (TKKSD) masing-masing kabupaten dan kota.
3.       Tidak  pernah dilakukan pencatatan hasil keputusan rapat, sehingga rapat selanjutnya dimulai lagi dari awal dan bukan dari keputusan rapat terakhir.
4.       Utusan dari masing-masing kabupaten dan kota setiap melakukan pembahasan selalu tidak orang yang sama yang pernah mengikuti pebahasan sebelumnya, sehingga semua pendapat yang dikemukakan adalah pendapat baru versi peserta rapat.
5.       Seluruh utusan kabupaten dan kota tidak memahami sama sekali Standar Operasional Prosedur (SOP) TPA Regional Payakumbuh  dengan sistem Sanitarry Landfill  berdasarkan Prasarana dan sarana yang disediakan di TPA.
6.       Tidak adanya konsistensi masing-masing kota dan kabupaten yang bekerjasama apakah akan tetap ikut melaksanakan Kerjasama Pemanfaatan atau tidak, seperti yang pernah dilontarkan utusan kota Padang Panjang dan Kabupaten Tanah Datar.
Guna dapat dipahaminya rencana Kerjasama Pemanfaatan TPA Regional Payakumbuh, perlu dijelaskan beberapa hal:
1.       Tanah lokasi TPA Regional Payakumbuh dibebaskan oleh Pemerintah Kota Payakumbuh karena kabupaten Agam tidak berhasil menyediakan lahan sebagaimana kesepakatan pertama, dan ini merupakan belanja modal yang harus dihormati oleh kapupaten dan kota lain yang melakukan kerjasama.
2.       Bangunan TPA dengan segala kelengkapannya serta peralatan dibiayai dengan APBN oleh Kementrian Pekerjaan Umum melalui SATKER PLP Sumatera Barat.
3.       Pemerintah propinsi Sumatera Barat tidak menyediakan biaya operasional pemanfaatan TPA Regional Payakumbuh, kalaupun kelembagaannya nanti adalah UPTD Propinsi Sumatera Barat, yang berarti masing-masing Daerah yang melakukan kerjasama harus menyediakan biaya:
a.       Biaya Operasional berupa upah, BBM, Pelumas, Pemeliharaan alat serta  Suku cadang Kendaraan dan alat berat serta peralatan lainnya.
b.      Rekening listrik.
c.       Pemeliharaan jalan menuju TPA.
d.      Peralatan dan pakaian kerja.
e.      Asuransi / Jamsostek petugas TPA.
f.        Biaya kompensasi bagi pemerintah Kota Payakumbuh sebagai pemilik tanah serta kompensasi bagi masyarakat yang menerima dampak.
g.      Biaya tamu.
h.      Investasi pengadaan peralatan dan mesin setelah habis umur pakai, sementara TPA tetap operasional sampai akhir masa operasional yang direncanakan 20 Tahun.
i.        Biaya penanaman pohon untuk green belt serta biaya pemeliharaan dan reboisasi setelah berakhirnya masa pakai TPA.
4.       Segala biaya yang ditimbulkan oleh kegiatan pengangkutan masing-masing kabupaten dan kota sampai ke TPA Regional Payakumbuh adalah tangungjawab masing-masing kabupaten dan kota bersangkutan dan bukan tanggungjawab TPA Regional.
Gambaran TPA Regional Payakumbuh.
  1.  TPA Regional Payakumbuh adalah TPA Sanitary Landfill, yang intinya pengelolaan lindi yang diolah di instalasi pengolahan sebelum dibuang kealam , dan dasar sel TPA dilapisi Geo Membran dan Geo Tekstil untuk menampung dan mengalirkan lindi, timbunan sampah pada sel sampah dihampar, dipadat dan ditimbun tanah setiap hari lapis demi lapis serta gas methan dibuang dari awal melalui pipa-pipa yang dipasang pada sel sampah. 
  2. TPA Regional Payakumbuh tidak dilengkapi bangunan dan peralatan  pemilah / Conveyor Recycling sesuai timbulan sampah yang bakal diterima, yang berarti sampah dipilah dihulu sebelum diantarkan ke TPA, atau kalau tidak dipilah akan memperpendek masa pakai TPA dari rencana semula, karena konsep TPA Sanitary Landfill  sampah yang masuk disel sampah hanya 80 % tahap awal dan akan dilakukan pengurangan timbulan mencapai 50 %.
  3. Kompos dan biji plastik dapat dihasilkan di TPA Regional Payakumbuh apabila sampah yang diantar ke TPA sudah dipilah di sumbernya, kalau tidak TPA Regional Payakumbuh tidak akan menghasilkan secara finansial. 
  4. TPA Sanitary Landfill tidak dirancang untuk menghasilkan gas methan, karena gas methan sudah dibuang dari dasar sel sampah dengan pipa-pipa keudara lepas.
Langkah-langkah yang harus dilakukan untuk pelaksanaan Kerjasama Operasional TPA Regional Payakumbuh:
  1.  Pemerintah Propinsi Sumatera Barat menyurati Bupati dan Walikota yang menandatangani kesepakatan Kerjasama bulan Desember tahun 2009, apakah kabupaten dan kota mereka akan tetap ikut Kerjasama Pemanfaatan TPA Regional Payakumbuh atau tidak, hal ini sangat perlu dilakukan agar pembahasan kerjasama hanya dilakukan oleh kabupaten dan kota yang bekerjasama saja. 
  2. Kabupaten dan Kota yang bakal melakukan kerjasama pemanfaatan TPA Regional Payakumbuh, menetapkan personil yang akan melakukan pembahasan kerjasama dan tidak diganti sampai selesai pembahasan kerjasama tersebut. 
  3. Personil yang ditetapkan oleh masing-masing kabupaten dan kota yang melakukan kerjasama adalah yang duduk dalam Tim Koordinasi Kerjasama Daerah (TKKSD)di daerah masing-masing dan satu orang dari personil TAPD. 
  4. Seluruh personil yang ditunjuk untuk melakukan pembahasan harus terlebih dahulu melakukan peninjauan fisik TPA Regional Payakumbuh dan mempelajari Standar Operasional Prosedur atau Norma, Standar, Prosedur dan Kriteria TPA Sanitary Landfill . 
  5.  Pemerintah Propinsi Sumatera Barat memfasilitasi pembahasan kerjasama ini sampai ditandatanganinya Perjanjian oleh masing-masing kabupaten dan kota yang melakukan kerjasama, dan melakukan pencatatan hasil kesepakatan disetiap pembahasan sebagai dasar pembahasan tahap selanjutnya.
Demikian Surat Terbuka ini disampaikan, agar tidak berlarut-larutnya pembahasan kerjasama Pemanfaatan TPA Regional Payakumbuh yang sudah dilakukan lebih 1(satu) tahun tanpa kemajuan.
Pemerintah Kota Payakumbuh akan sangat senang apabila kesepakatan kerjasama Pemanfaatan TPA Regional ini dicapai secepatnya, namun apabila kabupaten dan kota yang akan melakukan kerjasama pemanfaatan tidak lagi ikut dalam kerjasama ini, pemerintah kota Payakumbuh juga sangat senang karena masa pakai TPA ini bisa menjadi diatas 30 (tiga puluh) tahun.

INDRA SAKTI
Anggota TIM TKKSD Kota Payakumbuh



Bangkit Pemuda

Memperingati Hari Sumpah Pemuda, kita prihatin dengan kondisi pemuda yang ada sekarang. Pemuda zaman dulu berjuang untuk menyatukan Bangsa, Tanah Air dan Bahasa, tapi kita lihat pemuda Indonesia sekarang banyak diantara mereka terlibat Korupsi, Penyalahgunaan Narkoba, Tawuran, Perkelahian, Perampokan, Amoral dan aksi terorisme.
Apa yang mereka cari, apa yang mereka perjuangkan, apa yang ingin mereka capai. Ini tanggungjawab kita semua terutama para pemuda, positifkan arah perjuangan, Cita-citakan kedamaian dan kemakmuran bangsa, carilah dan ciptakan apa yang dapat mencerdaskan bangsa.
Sekarang pemuda sudah berada pada titik kritis, akankah kondisi ini akan terus berlanjut atau akan ada perubahan, semua ada ditangan para pemuda.






Nasib bangsa ini jangan dipertaruhkan demi kesenangan yang semu dan sesaat, Bangkitlah Pemuda, Bangsa ini ada dipundakmu.

Rabu, 19 Oktober 2011

TPA Regional Payakumbuh.

Hari Senin 17 Oktober 2010, dilakukan pembahasan kerjasama pemanfaatan TPA Regional Payakumbuh di Kanor Gubernur Sumatera Barat di Padang.
Rapat dihadiri oleh seluruh kabupaten/kota yang akan melakukan kerjasama pemanfaatan, hanya saja yang hadir waktu itu bukan lagi personil yang hadir dalam rapat pembahasan sebelumnya, sehingga rapat kesannya kembali seperti rapat pertama bulan oktober 2010.
Seharusnya Bupati dan Walikota yang mennandatangani kesepakatan bersama pembangunan TPA konsisten menunjuk personil tetap untuk melakukan pembahasan, sehingga pembahasan akan dilakukan berjenjang dan tidak lagi mundur keawal, yang menyebabkan stagnannya pembahasan tanpa kemajuan walaupun sudah dilakukan pembahasan sebanyak 5 kali ditempat yang sama.
Harapan kedepan untuk cepatnya pembahasan ini diselesaikan menjadi perjanjian kerjasama, diperlukan langkah-langkah sebagai berikut:

  1. Adanya Surat tertulis tidak ikut kerjasama pemanfaatan dari bupati atau walikota yang menandatangani kesepakatan awal, agar pembahasan dapat dilakukan oleh daerah yang akan melakukan kerjasama saja.
  2. Masing masing personil yang ditugaskan untuk melakukan pemabasan harus menguasai dan memehami betul Standar Operasional Prosedur TPA Regional Payakumbuh berdasarkan sarana dan prasarana yang tersedia.
  3. Masing-masing personil yang ditugaskan juga harus memahami betul permasalahan persampahan, 3-R dan Pemrosesan Akhir.
  4. Personil yang melakukan pembahasan ditetapkan dengan SK Bupati/ Walikota dan tidak diganti sampai pembahasan selesai.
  5. Seluruh Daerah yang bekerjasama menyediakan anggaran untuk operasional TPA, kalaupun UPTD TPA ini adalah UPTD Propinsi, pembiayaan seharusnya ditanggung oleh Kabupaten/ Kota yang bekerjasama.
  6. Pihak propinsi Sumatera Barat juga harus serius memfasilitasi kerjasama pemanfaatan TPA ini, agar pembangunan yang menelan biaya milyaran dan peralatan yang sudah ada dapat dimanfaatkan segera.

Selasa, 20 September 2011

Penilaian Kinerja Pemerintah Daerah (PKPD-PU)2011

Hari Senin tanggal 19 September 2011 Kota Payakumbuh dikunjungi Tim Penilaian Kinerja Pemerintah Daerah (PKPD-PU) 2011, khusus untuk Penataan Bangunan dan Lingkungan Tim ini didampingi oleh Dinas Tata Ruang dan Kebersihan, karena Tugas Penataan Ruang dan Penataan Bangunan (kebijakan) berada di Dinas Tata Ruang dan Kebersihan Kota Payakumbuh.

Dari hasil peninjauan kebeberapa objek bangunan pelayanan Umum dan Gedung Pemerintahan, yaitu bangunan Rumah Sakit Umum Daerah Dr.Adnaan WD Payakumbuh, Plaza Payakumbuh, Gedung DPRD Kota Payakumbuh, ternyata masih banyak persyaratan bangunan gedung yang diwajibkan oleh Undang-undang nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan dan PP No.36 Tahun 2005 belum terpenuhi, diantaranya:

1. Sistem Proteksi Aktif dan Proteksi Pasif terhadap bahaya kebakaran.

2. Rambu evakuasi apabila terjadi bencana.
3. Tangga darurat.
4. Fasilitas dan Aksesibilitas penyandang cacad dan orang yang memiliki keterbatasan.
5. Sistem sirkulasi udara dan sirkulasi orang di RSU.
6. Tata hubungan antar ruang di RSU.
7. Pembersihan filter AC diruang ICU dan Ruang Operasi.
8. Sistem Penghawaan buatan di Gedung DPRD.
9. Sistem kelistrikan.

Dari hasil penilaian tersebut Tim akan menyampaikan laporan yang akan menjadi penilaian tahap akhir oleh Tim Juri, apakah kota Payakumbuh akan mendapatkan penghargaan dalam Penataan Bangunan dan Lingkungan.
Selain peninjauan fisik bangunan Tim juga melakukan penilaian terhadap :
1. Peraturan Daerah tentang Bangunan.
2. Peraturan Walikota terkait penyelenggaraan bangunan.
3. Kelembagaan yang menangani perizinan bangunan serta kualifikasi dan keahlian personil.

4. Prosedur mendapatkan Perizinan Bangunan.
5. dll.

Dari penilaian yang dilakukan, harus dapat dipahami dan dilaksanakan  bahwa dalam penyelenggaraan bangunan Gedung harus memperhatikan dan mentaati Peraturan perundang-undangan yang berlaku, diantaranya harus memperhatikan aspek teknis dari segi kelamatan, kesehatan, kenyamanan dan kemudahan disamping banyak lagi persyaratan yang harus dipatuhi.
Dalam penyelenggaraan bangunan gedung harus lepas dari tekanan apapun yang dapat mengakibatkan tidak terpenuhinya persyaratan bangunan secara keseluruhan.
Bangunan gedung bukan hanya dilihat dari segi penampilannya, tapi yang lebih penting adalah pemenuhan persyaratan sesuai dengan fungsi bangunan yang direncanakan.

Gambar diatas adalah contoh dari tidak terpenuhinya persyaratan bangunan seperti penempatan dan jumlah hidrant kebakaran di bangunan Plaza Payakumbuh, serta Ramp RSU Adnaan WD yang kemiringannya diatas 10 %.

Jumat, 12 Agustus 2011

Penyamaan Persepsi TPA Sanitary Landfill Payakumbuh

TPA Regional Payakumbuh awalnya dibangun karena adanya komitmen 6 Kabupaten dan Kota untuk bekerja sama pengelolaan sampah yaitu Kota Payakumbuh, Kota Bukittinggi, Kota Padang Panjang, Kabupaten Tanah Datar, Kabupaten Lima Puluh Kota dan Kabupaten Agam.
Dengan dasar kesepakatan tersebut Kementrian Pekerjaan Umum melalui Satker PLP Sumatera Barat membangun Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Sampah Regional Payakumbuh di kelurahan Kapalo Koto kecamatan Payakumbuh Selatan Kota Payakumbuh diatas lahan seluas 8 HA, pembangunan dan peralatan sudah selesai dan siap untuk operasional. Konsep TPA Sanitary Landfill adalah konsep TPA ramah lingkungan dengan penimbunan setiap lapisan sampah dengan tanah dan pembuangan gas methan dari awal serta pengendalian dan pengolahan lindi hingga aman dikembalikan kelingkungan. TPA ini bukanlah TPA yang menguntungkan secara finansial seperti TPST SARBAGITA Denpasar yang dirancang untuk menghasilkan listrik. Konsep dasar TPA ini adalah TPA yang menerima sampah yang sudah dipilah, hasil pemilahan berupa plastik dan sampah kering diproses untuk biji plastik dan kompos, yang dibuang ke sel sampah hanya residu, dengan demikian masa pakai TPA ini akan lebih lama. Konsep TPA ini harus dipahami semua pihak dan pemanfaatan oleh daerah yang bekerja sama harus dilakukan dalam Ikatan Perjanjian Kerjasama yang difasilitasi oleh Pemerintah Provinsi Sumatera Barat.
Berdasarkan Undang-undang nomor 18 tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah, dijelaskan kewenangan pemerintah, pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota. Mempelajari UU ini seharusnya kelembagaan yang mengelola TPA ini harusnya BLUD Dinas Tata Ruang dan Kebersihan Kota Payakumbuh atau BLUD TPA Kota Payakumbuh dan bukan kelembagaan dibawah provinsi Sumatera Barat. Kelembagaan ini seakan terjadi tarik menarik antara Pemerintah Provinsi Sumatera Barat dengan Pemerintah Kota Payakumbuh, sampai timbul pernyataan dari pejabat provinsu Sumatera Barat bahwa biaya operasional TPA akan ditanggung oleh pemerintah provinsi Sumatera Barat, sementara kalau kita kembali ke UU 18/2008 Sampah merupakan kewenangan pemerintah kabupaten / kota sementara pemerintah provinsi hanya memfasilitasi, dari pernyataan tersebut menimbulkan keraguan Pemerintah Kota Payakumbuh untuk menyediakan anggaran pada APBD perubahan 2011 dan APBD 2012 mendatang.
 Idealnya pembiayaan untuk operasional TPA ini disediakan oleh seluruh kabupaten dan kota yang bekerja sama termasuk pengalokasian dana untuk pemeliharaan alat dan pengadaan alat setelah habis masa pakai seperti Dump Truck, Exavator, Buldozer dll.
Yang harus dipahami semua pihak adalah keuntungan Pengelolaan Sampah yang utama adalah terciptanya Lingkungan yang bersih dan terwujudnya kesehatan masyarakat dan bukan keuntungan secara finansial. Pada dasarnya pengelolaan sampah membutuhkan dana dan bukan menghasilkan dana, kalaupun ada hasil secara finansial, prosentasenya dengan biaya operasional tidak akan sebanding.







Pada akhirnya kalau seandainya yang malakukan kerja sama pemnanfaatan TPA hanya Bukittinggi dan Payakumbuh, berarti biaya operasional harus ditanggung oleh dua daerah ini, dan besarannya dilakukan kajian oleh Konsultan yang akan melakukan kajian terhadap timbulan sampah dan prediksi peningkatan timbulan setiap tahunnya, analisis biaya operasional dan akan dilakukan konversi terhadap per ton sampah yang akan dimasukkan ke TPA Regional Payakumbuh.

Kamis, 26 Mei 2011

RTRW Kota Payakumbuh.

Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW)  Kota Payakumbuh disusun tahun 2009 melalui Bantuan Teknis Kementrian Pekerjaan Umum RI yang dikerjakan oleh PT.Rekayasapratama Grahayasaciptaloka. Tahun 2010 dilanjutkan dengan permintaan Rekomendasi Gubernur sebagai persyaratan untuk mendapatkan Persetujuan Substansi dari Menteri Pekerjaan Umum. Melalui 2 kali pembahasan dalam sidang BKPRD Propinsi Sumatera Barat pada tanggal 20 Oktober 2010 dan 9 Desember 2010, RTRW Payakumbuh mendapatkan rekomendasi Gubernur Sumatera Barat dengan surat nomor 452/XII/PW-LH/BAPPEDA/2010 tanggal 9 Desember 2010.
Sebelumnya juga dilakukan finalisasi dokumen RTRW Kota Payakumbuh pada tanggal 2 Desember sampai 7 Desember oleh 3 orang staf Dinas Tata Ruang dan Kebersihan Kota Payakumbuh yaitu H.Ismet Ibrahim.SST.M.Si Kepala Bidang Perencanaan, Indra Sakti Kepala Bidang Tata Bangunan dan Perizinan serta Eka Diana Rilva .ST Staf Bidang Perencanaan.
Pada tanggal 13 Desember 2010 dilakukan pembahasan RTRW Kota Payakumbuh bersamaan dengan pembahasan RTRW Kota Padang dan Kota Pariaman dalam Rapat Kelompok Kerja Teknis BKPRN di kantor Direktorat Jenderal Penataan Ruang Kementerian Pekerjaan Umum  di Jalan Pattimura Jakarta yang dipimpin oleh Ir. Joessair Lubis.CES Direktur Perkotaan Direktorat Jenderal Penataan Ruang.
Dalam Rapat Koordinasi Kelompok Kerja Teknis BKPRN ini, RTRW Payakumbuh dipaparkan oleh kepala BAPPEDA Kota Payakumbuh H. Syofyan. SH,MM.
 Acara ini dihadiri langsung oleh Sekretaris Wailayah Kota Payakumbuh H.Irwandi.SH, Dt.Nan Batujuah, Ketua Komisi C DPRD Kota Payakumbuh Abdul Khair, Kepala Dinas Tata Ruang dan Kebersihan Kota Payakumbuh Ir. Musdik Agus.
Selesai pembahasan ini dilanjutkan dengan Clearence House terhadap Materi Teknis, Ranperda dan Peta-peta berdasarkan masukan Tim Teknis BKPRN, yang dilakukan oleh Tim Dinas Tata Ruang dan Kebersihan Kota Payakumbuh yang dilaksanakan oleh H.Ismet Ibrahim.SST.M.Si Kepala Bidang Perencanaan, Indra Sakti Kepala Bidang Tata Bangunan dan Perizinan, Murdifin.ST serta Eka Diana Rilva.ST Staf Bidang Perencanaan.
Dengan Surat Nomor HK.01.03-Dr/47 tanggal 18 Ja nuari 2011, diberikan Persetujuan Substansi atas Rancangan Peraturan Daerah Kota Payakumbuh tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Payakumbuh Tahun 2010- 2030 sesuai dengan tuntutan Undang-undang nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang.
Awal Mei 2011 Rancangan Peraturan Daerah ini disampaikan ke DPRD Kota Payakumbuh yang selanjutnya akan dilakukan pembahasan untuk menjadi Peraturan Daerah.
Harapan kita tentunya pemerintah Kota Payakumbuh untuk tahun-tahun selanjutnya konsisten menyediakan anggaran untuk menindaklanjuti RTRW ini dengan penyusunan RDTR, Peraturan Zonasi dan sampai dengan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan, karena kalau tidak RTRW ini belum dapat dilaksanakan.



RTRW Kota Payakumbuh

PERSOALAN PENATAAN RUANG DI DAERAH

Dalam menindaklanjuti Undang-undang nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang, daerah berkewajiban segera menyusun atau merevisi Rencana Tata Ruang Wilayah yang sudah disusun sebelumnya.
Kalau disimak Undang-undang nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah untuk kabupaten/kota merupakan urusan yang berskala kabupaten/kota, urusan  perencanaan, pemanfaatan, dan pengawasan tata ruang adalah urusan wajib urutan kedua dari 16 urusan wajib.
Tapi apakah walikota/ bupati dan seluruh pemangku kepentingan di daerah mau menempatkan urusan penataan ruang ini menjadi prioritas, kenyataannya tidak seperti apa yang kita harapkan. Ironisnya  masih banyak pemangku kepentingan di Daerah yang belum mengerti dan belum memahami apa itu Rencana Tata Ruang Wilayah dan apa manfaatnya.
Begitu juga dalam kebijakan anggaran, pemerintah kabupaten/kota tidak menyediakan anggaran yang sesuai untuk kebutuhan penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah, Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi, sehingga banyak kabupaten/kota yang belum menyusun ataupun melakukan revisi RTRW mereka, kegiatan yang bersifat visual dan fisik lebih diutamakan, apalagi bagi bupati/walikota yang mempunyai peluang untuk dicalonkan kembali pada periode selanjutnya.
Pemerintah melalui Kementrian Pekerjaan Umum menyediakan anggaran untuk kegiatan dimaksud, berupa Bantuan Teknis melalui Satuan Kerja Non Vertikal di masing-masing propinsi, hanya saja kondisi ini membuat penyusunan RTRW tidak dapat dilakukan maksimal, karena kegiatan penyusunan berada di propinsi termasuk pelelangan dan pembayaran anggaran, sementara kabupaten/kota yang menerima kegiatan ini hanya dapat memberikan masukan melalui tim teknis yang mereka bentuk tetapi tidak dapat menentukan apakah pekerjaan yang dilaksanakan tersebut dapat diterima atau tidak sebelum pembayaran anggarannya dilakukan.
Hal ini membuat dilema tersendiri bagi kapupaten/kota yang menerima Bantuan Teknis dimaksud, kalau kabupaten/kota ingin Rencana Tata Ruang Wilayah yang disusun sempurna, kabupaten/kota terpaksa lagi menyediakan anggaran untuk perbaikan dan penyempurnaan.
Yang sangat  penting untuk penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah ini adalah peta, yang secara nasional disediakan oleh Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional (BAKOSURTANAL), tapi apakah daerah dapat memperoleh peta ini dengan gratis, dan apakah peta yang disediakan sudah benar. Hal ini juga menjadi persoalan tersendiri, karena dari beberapa referensi peta yang dilakukan pembandingan, ternyata banyak terdapat bias, apakah ini disebabkan oleh cara pengabilan atau oleh sebab lain ini juga harus menjadi perhatian pemerintah.
Dari  beberapa daerah dan konsultan perencana yang melakukan penyusunan RTRW diperolah keterangan bahwa peta dapat diperoleh dari BKOSURTANAL  dengan cara membeli, hal ini juga menjadi beban anggaran di daerah, sementara satu-satunya peta yang bisa diterima oleh BAKOSURTANAL yang tergabung dalam BKPRN untuk memperoleh persetujuan substansi dari Menteri PU. adalah peta Citra Satelit yang bersumber dari BAKOSURTANAL itu sendiri.
Dari kondisi nyata yang terjadi ini sangat diharapkan pemerintah yang dalam hal ini Kementrian Pekerjaan Umum dan Kementrian Dalam Negeri dapat memberikan tekanan kepada kabupaten/kota untuk serius melaksanakan urusan penataan ruang didaerah serta menyediakan anggaran yang cukup untuk kegiatan ini.
Penataan Ruang belum akan dapat dilihat dampaknya dalam waktu dekat seperti kegiatan-kegiatan fisik kebanyakan, tapi akan dirasakan dampaknya dalam jangka panjang dan dampak ini dapat sangat memilukan, seperti contohnya tragedi Situ Gintung, banjir Jakarta serta bencana-bencana lain didaerah.
Melalui tulisan ini diharapkan semua walikota/bupati dapat menjadikan Tata Ruang adalah prioritas dalam Visi dan Misi mereka serta secara  berkelanjutan dapat dilahirkan dalam RPJPD, RPJMD dan Penyediaan Anggaran melalui APBD.